Oleh: Makawaru da Cunha I
PAPUAInside.com, JAYAPURA—Pangdam XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI Ignatius Yogo Triyono, MA, menerima kunjungan Pastor John Djonga, Pr, peraih penghargaan Yap Thiem Hien 2019 di di Makodam XVII/Cenderawasih, Jayapura, Jumat (26/03/2021).
Pertemuan silaturahmi dan diskusi intens membahas ketahanan umat beragama di wilayah perbatasan antar negara Republik Indonesia (RI) dengan Papua New Guinea (PNG) demi kesejahteraan, keadilan dan kedamaian hidup antar sesama umat beragama yang mendiami perbatasan Indonesia dan antara umat beragama perbatasan Indonesia dengan umat beragama di wilayah perbatasan PNG.
Pastor Djonga sejak tahun 2020 menerima penugasan dari Uskup Keuskupan Jayapura untuk memberikan pelayanan pastoral (penggembalaan) bagi umat Katolik di Koya Barat dan Koya Tengah – dua wilayah yang terletak di perbatasan antar negara RI dengan PNG.
Koya Barat dan Koya Tengah termasuk dalam wilayah pelayanan Gereja Katolik Paroki Gembala Baik, Abepura, Keuskupan Jayapura. Sedangkan dari segi administratif pemerintahan, Koya Barat dan Koya Tengah masuk dalam wilayah pemerintahan Kota Jayapura.
Kepada Pangdam, Pastor Djonga antara lain menyampaikan data umat beragama di wilayah tersebut, khususnya umat Katolik yang dilayaninya, suasana kerukunan hidup intern dan antarumat beragama, keamanan wilayah, kehidupan sosial dan ekonomi umat beragama di perbatasan antarnegara dimana wilayah perbatasan merupakan beranda NKRI dalam pergaulan masyarakat antar bangsa.
Pastor Djonga mengatakan, setiap hari umat beragama yang adalah warga masyarakat kota Jayapura, Papua bersama warga masyarakat perbatasan RI- PNG saling berinteraksi.
“Mereka adalah saudara serumpun dalam suku dan tradisi leluhur yang sama. Garis batas antar negara merupakan batas yang artifisial – karena secara turun temurun, masyarakat asli di dua wilayah perbatasan antarnegara ini adalah saudara-bersaudara dalam budaya yang sama, leluhur yang sama dan tradisi Kristiani yang sama pula,” jelas Pastor Djonga.
Dikatakan mayoritas warga masyarakat asli di wilayah perbatasan kedua negara ini adalah pemeluk Kristiani dari Gereja Protestan dan Katolik. Tidak dipungkiri, warga masyarakat yang beragama Islam juga bermukim dan berbaur dengan umat beragama Kristiani.
Umat Muslim dan Kristiani dikenal bersaudara dalam iman monotheisme yang diwarisi Nabi Ibrahim. Semua umat beragama di wilayah ini terus berjuang agar dapat hidup dalam suasana rukun dan damai.
Kepada Pangdam Cenderawasih, Pastor Djonga mengatakan, fokus pendampingan umat yang dipimpinnya pada ketahanan iman keluarga di perbatasan.
Mayoritas keluarga Katolik di wilayah yang dipimpinnya berasal dari Kabupaten Pegunung Bintang dan Kabupaten Boven Digoel – dua kabupaten yang juga berbatasan langsung dengan PNG.
Keluarga-keluarga ini bermigrasi ke wilayah perbatasan Jayapura sekitar tahun 1970-an. Semula keluarga-keluarga ini bermukim secara terpencar-pencar, namun pada tahun 1983, pihak Keuskupan Jayapura mendapatkan lahan seluas 10 hektar di wilayah Koya dan menempatkan mereka dalam satu lokasi, agar mereka mudah berinteraksi dalam bahasa dan tradisi yang sama yang mereka bawa dari daerah asalnya.
Pada saat ini, keluarga-keluarga ini menghadapi banyak masalah antara lain, dengan bertambahnya jumlah anggota keluarga dan meningkatnya kebutuhan hidup setiap hari. Mereka merasakan lahan pertanian semakin sempit.
Selain itu, di dalam kehidupan rumah tangga, sering terjadi kekerasan terhadap perempuan. Diskriminasi dan ketidakadilan terhadap perempuan menjadi permasalahan tersendiri.
“Gereja Katolik menolak segala sikap dan perilaku yang diskriminatif terhadap perempuan dan mendukung segala usaha untuk menentang tindakan kekerasan terhadap perempuan,” kata Pastor Djonga. **