Oleh: Ignas Doy |
Papuainside.com, Jayapura—Ribuan mahasiswa Papua yang menempuh kuliah di sejumlah Provinsi di Indonesia dan eksodus ke Provinsi Papua, tidak menghadiri undangan pertemuan bersama Gubernur Papua Lukas Enembe, Jumat (13/9).
Pertemuan tersebut digelar untuk konsolidasi antara Forkopimda Provinsi Papua dengan Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Tokoh Adat, Tokoh Pemuda, Tokoh Perempuan dan Mahasiswa dalam Menyikapi Rencana Eksodus Mahasiswa Papua di Gedung Negara, Kota Jayapura, Jumat (13/9).
Sebelumnya, Gubernur Papua juga ditolak ketika hendak mengunjungi mahasiswa Papua, yang menghuni Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Kota Surabaya (Jatim) pada Selasa (27/8) lalu.
Namun demikian, Gubernur Papua Lukas Enembe terus memimpin rapat koordinasi dan konsolidasi tersebut.
Dikatakan, untuk menjamin rasa aman mahasiswa Papua yang kuliah di kota-kota studi gubernur sudah menjadwalkan pertemuan bersama para Kapolda seluruh Indonesia di Denpasar (Bali).
“Kami sudah jadwalkan, sehingga kalau memang disana ada tekanan dan intimidasi terhadap mahasiswa Papua, maka harus ada jaminan keamanan tertulis, yang ditandatangani Kapolri,” ujarnya.
Gubernur mengatakan, kepulangan mahasiswa ke Papua dibiayai orang tua masing-masing, sehingga agak susah untuk melakukan komunikasi. Oleh karena itu, terangnya, pihaknya mengharapkan para Bupati Walikota Se-Papua, untuk menghandlenya.
“Kalau beasiswa kita gampang, karena kami pùnya beasiswa itu jelas. Tapi beasiswa dari Kabupaten dan Kota dan ortu ini perlu kita minta Bupati dan Walikota, untuk menghandle terkait kepulangan mereka,” tuturnya.
Gubernur juga memutuskan pihaknya akan membangun Posko –Posko, untuk mengkoordinir mahasiswa. “Kalau tak ada Posko sulit kita koordinir, karena mereka ada dimana-mana ini,” imbuhnya.
Terkait pemulihan psikologi mahasiswa, ujar Gubernur, pihaknya membangun Posko, sehingga ada pemulihan, termasuk bupati dan wali kota juga harus membangun posko masing-masing.
Sementara itu, Ketua DPR Papua Yunus Wonda mengatakan, walaupun pertemuan 100 kali sekalipun tanpa mahasiswa, maka tak akan pernah ada jawaban dan solusi, karena subyeknya adalah mahasiswa.
“Selama belum duduk bersama- sama, belum tahu pikiran mereka kenapa mereka pulang dan persoalan- persoalan apa yang mereka hadapi dan rasakan, sehingga mereka putuskan untuk pulang,” tukas Wonda.
Padahal, jelasnya, pihaknya telah berulangkali memberikan seruan -seruan baik melalui DPRP, MRP, Gubernur dan tokoh –tokoh.
Pemerintah kata Wonda tidak bisa membatasi gelombang mahasiswa yang terus berdatangan.
“Artinya bagi mereka bahwa tak sesederhana itu. Mereka pulang itu ada persoalan. Ada yang mereka ingin sampaikan kepada pemerintah,” ungkapnya.
Karena itu, lanjutnya, pihaknya harus memastikan kapan mahasiswa punya waktu untuk bertemu dengan gubernur, DPRP atau MRP. Kemudian bisa diketahui kenapa mereka sampai pulang.
Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak mengatakan, pihaknya mengusulkan kepada Gubernur berkaitan dengan ketakhadiran mahasiswa dalam pertemuan ini.
“Kita mungkin perlu memberikan waktu bagi mereka dan itu juga perlu ada pendekatan para bupati dan pimpinan gereja masing masing wilayah, untuk menyikapi masalah ini, ” tukasnya.
Kapolda Papua Irjen Pol Rudolf Alberth Rodja mengatakan, pemerintah daerah harus mengambil suatu langkah cepat. Bahkan harus ada perwakilan dari sini yang bertugas menghubungi Universitas –universitas, untuk menyampaikan bahwa ada beberapa mahasiswa Papua yang berada disini, sehingga mereka bisa memberikan dispensasi dan tolensi kepada mahasiswa.
Data terakhir menyebutkan, jumlah mahasiswa Papua yang kini berada di Jayapura dan kabupaten asalnya sekitar 1.400 mahasiswa. Mahasiswa –mahasiswa itu sementara berada di keluarganya dan ada pula ditampung di sejumlah asrama mahasiswa di Jayapura. **